Menumbuhkan Semangat Nasionalisme dalam Bingkai Pendidikan Karakter

Ditulis oleh MENWA MAHADIPA SAT 927 UNIV PGRI SEMARANG On 9:42:00 PM



Heboh kasus “pencucian otak” oleh aktivis Negara Islam Indonesia (NII) beberapa waktu yang lalu telah meresahkan masyarakat. Keberhasilan doktrin NII yang dilancarkan kepada para pelajar dan mahasiswa mengindikasikan masih lemahnya dan masih labilnya jati diri mereka. Selain itu, menurunnya semangat kebangsaan (nasionalisme) di kalangan pelajar dan mahasiswa disinyalir menjadi faktor yang memperkuat keinginan mereka untuk bergabung dengan NII dan berniat memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berupaya membentuk negara baru. Baru-baru ini  pun kita dikejutkan kembali dengan kejadian radikalisme dan terorisme seperti kerusuhan antar pemuda di Ambon, Maluku, aksi penyerangan siswa SMAN 6 Jakarta terhadap wartawan dan bom bunuh diri gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo yang melibatkan para pemuda yang notabene adalah generasi penerus bangsa.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan generasi muda kita sekarang ini?
Berbagai peristiwa yang terjadi ini mengindikasikan mulai lunturnya jati diri  di kalangan pelajar dan pemuda yang berimbas terhadap penurunan semangat nasionalisme. Jika pada jaman pergerakan kemerdekaan semangat nasionalisme diperlukan dan dibangkitkan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah maka kini di era globalisasi semangat nasionalisme diperlukan untuk membangun bangsa menuju bangsa yang beradab, bermartabat dan bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan identitas kebangsaannya.
Berdasarkan sejarah, kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan kebangkitan dunia pendidikan yang di dalamnya melibatkan generasi muda dan pelajar. Oleh karena itu, pendidikan dituntut untuk mengambil peran dalam mengantisipasi semua kegiatan yang mulai melunturkan semangat nasionalisme di kalangan pemuda dan pelajar. Bangsa yang pemudanya tidak memiliki semangat nasionalisme yang tinggi sudah dapat dipastikan tidak dapat bangkit dari keterpurukan dan berada diambang kehancuran.  Jika kita melihat kembali sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak terlepas dari peran penting para pemuda terpelajar, mulai dari berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 dan terjadinya peristiwa sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Kaum muda terpelajar telah berhasil membangkitkan motivasi rakyat Indonesia untuk terus berjuang merebut kemerdekaan yang telah lama diidamkan oleh seluruh rakyat bangsa Indonesia. Sampai pada akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil dengan dibacakannya proklamasi kemerdekaan regara republik Indonesia oleh Soekarno dan Mohamad Hatta pada 17 Agustus 1945.
Ada kaitan yang erat antara pendidikan dengan kebangkitan suatu bangsa. Tumbuhnya kesadaran baru atau perubahan-perubahan di suatu negara dipastikan dipelopori oleh kaum muda terpelajar. Jatuhnya rezim orde baru dan kebangkitan era reformasi di Indonesia dimotori oleh kaum muda terpelajar. Hal ini menunjukkan betapa besar kontribusi pendidikan terhadap kebangkitan dan kemajuan suatu bangsa.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki karaker pemuda pelajar yang sudah mulai kehilangan jati diri dan semangat nasionalismenya di antaranya adalah menggulirkan pelaksanaan pendidikan berkarakter dan berbudaya bangsa. Menurut Slamet Iman Santoso, sebagai bapak psikologi Indonesia yang mendirikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, secara mantap menyatakan bahwa; “pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan”.
Pada saat ini kita merasakan bahwa pendidikan hanya mampu menghasilkan dan menampilkan banyak orang pandai tetapi bermasalah dengan hati nuraninya. Oleh karena itu pengembangan jati diri atau karakter individu harus dibangun, dibentuk, ditempa, dikembangkan dan dimantapkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga muncul “hasrat untuk berubah” dalam diri siswa. Kebiasaan-kebiasaan yang baik ini oleh kita sebagai pendidik selama ini telah ditanamkan dan diintegrasikan dalam semua mata pelajaran terutama dalam mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Namun yang paling penting dalam hal ini adalah pembiasaan yang harus dilakukan oleh kita sebagai pendidik dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah.
Pendidikan karaker bagi bangsa yang kehilangan jati dirinya memang sangat diperlukan. Pendidikan karakter dikembangkan untuk menguatkan identitas bangsa dan mencegah gejolak permasalahan di tanah air yang cenderung kian mengaburkan semangat nasionalisme. Untuk menciptakan pemuda pelajar yang memiliki karakter mulia diperlukan upaya dan kerjasama yang sinergis antara orang tua, sekolah, dan masyarakat. Kita sebagai pendidik merupakan ujung tombak di lapangan dalam mewujudkan pribadi siswa yang mantap dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan harus senantiasa berperan aktif melalui berbagai upaya yang dapat dapat menggugah kembali semangat nasionalisme pemuda pelajar yang mulai luntur tergerus arus globalisasi.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme yang ada pada diri sesorang tidak datang dengan sendirinya tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah watak dan karakter bangsa serta pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan dicanangkannya “pendidikan berkarakter” saat ini maka peran pendidik menjadi lebih nyata dalam pembentukan karakter dan watak siswa. Tanggung jawab pembentukan karakter siswa bukan hanya tanggung jawab sebagian guru khususnya guru mata pelajaran PKn dan Pendidikan Agama tetapi harus merupakan upaya bersama para guru, sehingga diharapkan segala upaya ini dapat menjadi pagar betis penangkal pengaruh negatif yang sedang marak berkembang belakangan ini.
Berikut ini adalah upaya yang dapat dilakukan oleh kita sebagai pendidik dalam membangkitkan kembali semangat nasionalisme di kalangan siswa didik kita di sekolah :
Pertama, penguatan peran pendidik dan peserta didik agar terjalin sinergi antara implementasi kegiatan transfer ilmu yang tetap mengedepankan kualitas dengan terwujudnya peserta didik yang bermoral dan memegang teguh semangat nasionalisme. Penguatan semangat nasionalisme harus dimulai dengan mengembalikan jati diri pelajar agar terbentuk pribadi yang mantap dan berakhlak mulia. Jati diri dapat memancar dan tumbuh kembang diawali dengan menemukenali diri kita sendiri dan menemukan kembali jati diri kita sebagai pendidik dan peserta didik. Membangun jati diri adalah membangun karakter. Dalam membangun karakter dapat dilakukan dengan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham (domain kognitif), menanamkan tata nilai serta menanamkan mana yang boleh dan mana yang tidak (domain afektif), mampu melakukan (domain psikomotor) dan memberikan teladan hidup (living model).
Peran guru dalam proses internalisasi nilai-nilai positif di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Oleh karena itu, mengembalikan jati diri siswa memerlukan keteladanan yang hanya ditemukan pada pribadi guru. Dalam menjalani amanah sebagai khalifah di muka bumi kita hendaknya mampu memberikan suri teladan yang baik yang akan dicontoh oleh siswa didik kita. Diawali dari niat yang bersih dan tulus ikhlas dalam setiap mengawali pekerjaan, selalu bersyukur kepada-Nya dan memiliki hasrat untuk berubah melalui doa dan usaha. Dengan terciptanya hasrat untuk berubah ke arah yang lebih baik tentu akan menimbulkan manfaat yang positif terhadap perkembangan siswa. Perlu ditanamkan dalam diri kita sebagai pendidik bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Tanpa peranan guru pendidikan karakter dan pengembalian jati diri siswa tidak akan berhasil dengan baik. Orang yang berjati diri akan memadukan antara cipta, karsa dan rasanya. Pengembangan jati diri merupakan totalitas penampilan atau kepribadian yang akan mencerminkan secara utuh pemikiran, sikap dan perilakunya.
Kedua, dalam setiap kegiatan pembelajarannya pendidik harus senantiasa mengingatkan siswa untuk senantiasa menanamkan dan menumbuhkan sikap mencintai dan bangga terhadap Tanah Air. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pergaulan sehari-hari, mengembangkan dan melestarikan budaya dan kesenian daerah dan menanamkan rasa bangga terhadap produk dalam negeri dibandingkan dengan produk luar negeri diharapkan akan mampu membangkitkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia yang pada akhirnya muncul semangat nasionalisme pada siswa untuk tetap menjaga keutuhan NKRI.
Ketiga, senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai luhur agama dan nilai-nilai Pancasila di setiap kegiatan pembelajarannya. Pengembangan nilai-nilai agama untuk menciptakan pribadi yang berakhlak mulia merupakan dasar yang utama sesuai dengan nilai sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Menanamkan rasa peduli terhadap sesama dan menjunjung tinggi harkat dan martabat  manusia (implementasi sila kedua), menciptakan rasa persatuan dan kesatuan serta menanamkan sikap lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan (implementasi sila ketiga), membiasakan siswa untuk bersikap demokratis, menghargai pendapat orang lain yang berbeda dalam setiap kegiatan diskusi di kelas merupakan contoh implementasi sila ke empat, dan mengembangkan sikap keadilan (fairness) baik dikalangan siswa ataupun guru dalam setiap kegiatan pembelajarannya (implementasi sila ke lima). Adil dalam memberikan penilaian terhadap siswa sesuai dengan prestasi yang diraih siswa.
Keempat, membiasakan kegiatan upacara bendera untuk membangkitkan semangat nasionalisme. Di tengah perkembangan zaman yang semakin serba modern dan menggerus nilai-nilai budaya bangsa, nampaknya kegiatan upacara bendera masih relevan untuk dilaksanakan dalam rangka pembentukan karakter pribadi siswa yang tangguh, disiplin dan bertanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa pelaksanaan upacara bendera adalah bagian dari pembinaan mental, fisik dan disiplin yang harus terus dilaksanakan dalam kehidupan sekolah. Sekolah sebagai wahana “transfer of value” harus dapat menciptakan nilai-nilai positif melalui penciptaan suasana kegiatan belajar mengajar yang serba tertib yaitu tertib di kelas, tertib di lapangan dan lingkungan sekolah dan tertib  pengaturan dan penggunaan waktu (tertib waktu).
Suatu kehidupan yang serba tertib akan melahirkan suatu kedisiplinan yang prima yang dapat mendukung proses belajar mengajar yang kondusif. Upacara bendera setiap hari Senin adalah kegiatan puncak dalam pembinaan disiplin siswa di sekolah. Upacara yang dilakukan secara tertib dan  teratur menurut urut-urutan acara yang telah ditetapkan dan sesuai dengan peraturan baris berbaris (PBB) akan banyak memberikan manfaat bagi siswa diantaranya menegakkan kedisiplinan, menumbuhkan semangat nasionalisme dan jiwa patriotik di dalam diri siswa. Di tengah ancaman perpecahan dan aksi teror oleh segelintir orang yang ingin memisahkan diri dari NKRI maka kegiatan upacara bendera dapat menjadi benteng bagi siswa untuk mengantisipasi merebaknya virus terorisme dan radikalisme. Penghormatan terhadap bendera merah putih dapat dijabarkan maknanya sebagai semangat setiap siswa untuk tetap menjaga keutuhan NKRI dan mengingatkan setiap siswa untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah rela berkorban untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Siswa diharapkan sadar bahwa peran mereka saat ini hanya dituntut untuk mengisi kemerdekaan melalui cara belajar dengan sungguh-sungguh.
Kelima, mengoptimalkan kegiatan pengembangan diri. Kegiatan ini merupakan kegiatan diluar jam pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui layanan bimbingan konseling (BK) dan kegiatan ekstrakurikuler. Layanan BK dapat dioptimalkan melalui komunikasi yang interaktif antara guru,siswa dan orang tua siswa sehingga dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dari pengaruh negatif  lingkungan. Kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat menyalurkan minat, bakat, kemandirian siswa dan kemampuan bermasyarakat dan kehidupan beragama serta kemampuan untuk memecahkan masalah. Kegiatan seperti Pramuka, Paskibra, KIR, kegiatan olahraga dan banyak lagi kegiatan pengembangan diri yang dikembangkan oleh tiap-tiap sekolah diharapkan dapat membangkitkan semangat kebangsaan sehingga diharapkan terbentuk pribadi siswa yang memiliki jiwa pembaharu, bertanggung jawab, memiliki keberanian, disiplin dan tidak mudah menyerah.
Mudah-mudahan dengan  semangat nasionalisme  yang tinggi dan  kerjasama yang baik antara orang tua siswa, guru, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar dapat membentengi siswa dan menyelamatkan siswa dari pengaruh negatif  lingkungan sehingga siswa dapat meraih prestasi dan menjunjung tinggi budi pekerti. Siswa dapat menjadi pelopor bagi lingkungan sekitarnya untuk terus senantiasa membangkitkan semangat nasionalisme di dada seluruh masyarakat Indonesia. Sekali lagi mudah-mudahan dengan bangkitnya kembali semangat nasionalisme yang telah memudar akan dapat mengembalikan jati diri bangsa Indonesia sehingga dapat bangkit menjadi bangsa yang beradab, bermartabat dan dapat bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan identitas karakter kebangsaannya.

Oleh Tanty Erlianingsih*

Categories: