FOTO PEMBARETAN
Tidak punya "skill" salah satu faktor pencetak "pengangguran", MENWA tempatnya mengasah skill.
Sebenarnya, ada banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya seseorang itu nganggur. Faktor yang menurut saya urgen yaitu, tidak punya skill yang memadai, dibidang apapun!. Sehingga ‘tidak laku’ untuk orang lain. Skill itu ada tidak tiba-tiba, abra-kadabra, bim-salabim, tapi karena diasah, dilatih secara serius. Dalam mengasah skill memang tidak semudah menyunggingkan senyum, perlu kesabaran dan ketekunan. Dalam melatih sabar dan tekun, salah satu tindakan nyata yang harus ditempuh adalah melawan rasa malas dan menunda-nunda!. Selama rasa malas dan menunda-nunda bisa ditaklukkan, kemungkinan besar skill yang diasah akan berhasil.

Dalam mengasah skill, harus melalui beberapa tahapan proses, diantaranya, menentukan cita-cita. Setelah cita-cita ditentukan, baru kemudian berfikir, bagaimana caranya untuk sampai pada cita-cita tersebut. Nah, dalam menentukan ‘cara’ tersebut, ada beberapa hal yang bisa ditempuh, diantaranya, belajar langsung sama ahlinya, kemudian pelajari dari sekian buku yang memuat tentang, agar sampai pada cita-cita tersebut, perlengkap lagi dengan tindakan untuk melakukan shering dengan sekian orang yang dianggap mampuni dalam bidang cita-cita tersebut. Shering dilakukan untuk menguji dan memperdalam dari sekian pengetahuan tentang cita-cita yang dimaksud. Setelah beberapa rangkaian tersebut ditempuh, evaluasilah tingkat keberhasilannya, tentukan hal yang sudah tercapai dan yang belum tercapai. Nah, yang tidak tercapai itulah pelajari lagi, kenapa tidak tercapai?, terus pelajari lagi dengan mengulangi beberapa tahapan diatas. Selama beberapa tahapan diatas ditekuni, selama itu pula kemungkinan untuk sampai pada cita-cita yang di inginkan lebih mungkin dicapai.

Mereka yang hanya bercita-cita tanpa didukung oleh usaha maksimal, selama itu pula cita-cita tersebut hanya sekedar cita-cita. Tidak akan pernah menjadi nyata.

Sungguh penting skill, tanpa skill seseorang akan kelimpungan. Skill juga yang akan menentukan nasib seseorang diabad ke-XXI ini, abad yang mempertaruhkan skill sebagai ujung tombak ketercapaian seseorang dalam hal apapun saja yang dipertaruhkan. Skill sebagai pertaruhan satu-satunya dalam peradaban kehidupan manusia kini. Tanpa skill, bisa jadi manusia dianggap mati!.

Kenapa saya berani mengatakan skill sebagai satu-satunya aspek penting yang harus diperhatikan?, karena skill akan menjadi kunci seseorang dalam menentukan keberhasilan hidupnya.

Sebenarnya, kaum muda, terlebih yang menjadi mahasiswa, punya peluang yang sangat besar dalam mengasah skill tersebut. Fisik masih sehat, otak masih segar, diasah untuk mengigat dan menghafal hal-hal yang berat sekalipun masih mungkin, psikis belum punya tekanan sebasar orang tua. Kebutuhan hidup sehari-hari rata-rata masih di suplai sepenuhnya oleh orang tua atau yang mewakilinya. Ini peluang emas dalam mengasah skill, selama kaula muda mampu memaksimalkan waktunya dalam mengasah skill tersebut, selama itu pula harapan menjadi orang sukses itu lebih mungkin. Kenapa?, karena orang sukses dan orang hebat yang kita temui, rata-rata melalui proses yang tidak mudah dan pertaruhannya adalah skill.

Jika dengan menyandang status mahasiswa masih merasa nganggur, berarti mahasiswa tersebut belum bisa mempersibuk dirinya dalam mengasah skill sebagai senjata utama setelah mahasiswa tersebut lulus. Hanya sebagai contoh, jika misal saudara berada di fakultas hukum, pelajari betul tentang hukum, asah betul akan penguasaan tentang hukum, sehingga tentang hukum benar-benar bisa memahami dan memperaktekkannya, setelah lulus, skill di bidang hukum itulah yang akan dipertaruhkan. Begitu juga dengan fakultas lain. Bila skill-nya ecek-ecek, bisa jadi tidak laku, ketika tidak laku, kadang mau melakukan apa saja agar bisa menghasilkan uang, termasuk korupsi sekalipun.

Maka dari itulah, mari, atas nama kaula muda, khususnya yang menyandang status mahasiswa, agar memaksimalkan diri dalam mengasah skill diantara kita. Karena bila skill sudah laku, uang dan yang lainnya, akan ikut dengan sendirinya.

Pentignya Skill

Dalam beberapa bulan terahir ini, saya mengamati daftar lowongan pekerjaan yang di iklankan di media. Hampir 99%, pertaruhan utamanya adalah skill. Termasuk bila mau jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekalipun, sudah tidak lagi menggunakan pendekatan ‘wani piro’ sebagaimana pernah marak terjadi pada zaman Orde Baru. Tapi harus melalui proses seleksi yang ketat berdasarkan skill yang ada. Skill seakan-akan penentu segalanya, walaupun yang lain juga menentukan.

Ternyata, tidak hanya peluang kerja yang di iklankan di media yang memprioritaskan skill, tapi juga peluang kerja dibidang ngupas kelapa muda, cukur rambut, sol sepatu, sampai tukang bersih-bersih sekalipun membutuhkan skill yang memadai. Asah dan pertajamlah skill, karena bila tidak, bersiap-siaplah tergilas oleh peradaban hidup yang sudah mempertaruhkan skill.
 
 

SEKUMPULAN KARIKATUR ANAK BANGSA...





Hak dan Kewajiban Bela Negara
Hak dan Kewajiban Bela Negara
a.       Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga Negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warganegara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar Negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warganegara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945        
b.      Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warganegara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama ,bahwa setiap warganegara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan Negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warganegara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
c.       Motivasi dalam Pembelaan Negara
Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadarannya demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan Negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Disamping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara Indonesia.
1.       Pengalaman sejarah perjuangan RI
2.       Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis
3.       Keadaan penduduk (demografis) yang besar
4.       Kekayaan sumber daya alam
5.       Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan
6.       Kemungkinan timbulnya bencana perang     


Menumbuhkan Semangat Nasionalisme dalam Bingkai Pendidikan Karakter


Heboh kasus “pencucian otak” oleh aktivis Negara Islam Indonesia (NII) beberapa waktu yang lalu telah meresahkan masyarakat. Keberhasilan doktrin NII yang dilancarkan kepada para pelajar dan mahasiswa mengindikasikan masih lemahnya dan masih labilnya jati diri mereka. Selain itu, menurunnya semangat kebangsaan (nasionalisme) di kalangan pelajar dan mahasiswa disinyalir menjadi faktor yang memperkuat keinginan mereka untuk bergabung dengan NII dan berniat memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berupaya membentuk negara baru. Baru-baru ini  pun kita dikejutkan kembali dengan kejadian radikalisme dan terorisme seperti kerusuhan antar pemuda di Ambon, Maluku, aksi penyerangan siswa SMAN 6 Jakarta terhadap wartawan dan bom bunuh diri gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo yang melibatkan para pemuda yang notabene adalah generasi penerus bangsa.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan generasi muda kita sekarang ini?
Berbagai peristiwa yang terjadi ini mengindikasikan mulai lunturnya jati diri  di kalangan pelajar dan pemuda yang berimbas terhadap penurunan semangat nasionalisme. Jika pada jaman pergerakan kemerdekaan semangat nasionalisme diperlukan dan dibangkitkan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah maka kini di era globalisasi semangat nasionalisme diperlukan untuk membangun bangsa menuju bangsa yang beradab, bermartabat dan bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan identitas kebangsaannya.
Berdasarkan sejarah, kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan kebangkitan dunia pendidikan yang di dalamnya melibatkan generasi muda dan pelajar. Oleh karena itu, pendidikan dituntut untuk mengambil peran dalam mengantisipasi semua kegiatan yang mulai melunturkan semangat nasionalisme di kalangan pemuda dan pelajar. Bangsa yang pemudanya tidak memiliki semangat nasionalisme yang tinggi sudah dapat dipastikan tidak dapat bangkit dari keterpurukan dan berada diambang kehancuran.  Jika kita melihat kembali sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak terlepas dari peran penting para pemuda terpelajar, mulai dari berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 dan terjadinya peristiwa sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Kaum muda terpelajar telah berhasil membangkitkan motivasi rakyat Indonesia untuk terus berjuang merebut kemerdekaan yang telah lama diidamkan oleh seluruh rakyat bangsa Indonesia. Sampai pada akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil dengan dibacakannya proklamasi kemerdekaan regara republik Indonesia oleh Soekarno dan Mohamad Hatta pada 17 Agustus 1945.
Ada kaitan yang erat antara pendidikan dengan kebangkitan suatu bangsa. Tumbuhnya kesadaran baru atau perubahan-perubahan di suatu negara dipastikan dipelopori oleh kaum muda terpelajar. Jatuhnya rezim orde baru dan kebangkitan era reformasi di Indonesia dimotori oleh kaum muda terpelajar. Hal ini menunjukkan betapa besar kontribusi pendidikan terhadap kebangkitan dan kemajuan suatu bangsa.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki karaker pemuda pelajar yang sudah mulai kehilangan jati diri dan semangat nasionalismenya di antaranya adalah menggulirkan pelaksanaan pendidikan berkarakter dan berbudaya bangsa. Menurut Slamet Iman Santoso, sebagai bapak psikologi Indonesia yang mendirikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, secara mantap menyatakan bahwa; “pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan”.
Pada saat ini kita merasakan bahwa pendidikan hanya mampu menghasilkan dan menampilkan banyak orang pandai tetapi bermasalah dengan hati nuraninya. Oleh karena itu pengembangan jati diri atau karakter individu harus dibangun, dibentuk, ditempa, dikembangkan dan dimantapkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga muncul “hasrat untuk berubah” dalam diri siswa. Kebiasaan-kebiasaan yang baik ini oleh kita sebagai pendidik selama ini telah ditanamkan dan diintegrasikan dalam semua mata pelajaran terutama dalam mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Namun yang paling penting dalam hal ini adalah pembiasaan yang harus dilakukan oleh kita sebagai pendidik dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah.
Pendidikan karaker bagi bangsa yang kehilangan jati dirinya memang sangat diperlukan. Pendidikan karakter dikembangkan untuk menguatkan identitas bangsa dan mencegah gejolak permasalahan di tanah air yang cenderung kian mengaburkan semangat nasionalisme. Untuk menciptakan pemuda pelajar yang memiliki karakter mulia diperlukan upaya dan kerjasama yang sinergis antara orang tua, sekolah, dan masyarakat. Kita sebagai pendidik merupakan ujung tombak di lapangan dalam mewujudkan pribadi siswa yang mantap dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan harus senantiasa berperan aktif melalui berbagai upaya yang dapat dapat menggugah kembali semangat nasionalisme pemuda pelajar yang mulai luntur tergerus arus globalisasi.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme yang ada pada diri sesorang tidak datang dengan sendirinya tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah watak dan karakter bangsa serta pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan dicanangkannya “pendidikan berkarakter” saat ini maka peran pendidik menjadi lebih nyata dalam pembentukan karakter dan watak siswa. Tanggung jawab pembentukan karakter siswa bukan hanya tanggung jawab sebagian guru khususnya guru mata pelajaran PKn dan Pendidikan Agama tetapi harus merupakan upaya bersama para guru, sehingga diharapkan segala upaya ini dapat menjadi pagar betis penangkal pengaruh negatif yang sedang marak berkembang belakangan ini.
Berikut ini adalah upaya yang dapat dilakukan oleh kita sebagai pendidik dalam membangkitkan kembali semangat nasionalisme di kalangan siswa didik kita di sekolah :
Pertama, penguatan peran pendidik dan peserta didik agar terjalin sinergi antara implementasi kegiatan transfer ilmu yang tetap mengedepankan kualitas dengan terwujudnya peserta didik yang bermoral dan memegang teguh semangat nasionalisme. Penguatan semangat nasionalisme harus dimulai dengan mengembalikan jati diri pelajar agar terbentuk pribadi yang mantap dan berakhlak mulia. Jati diri dapat memancar dan tumbuh kembang diawali dengan menemukenali diri kita sendiri dan menemukan kembali jati diri kita sebagai pendidik dan peserta didik. Membangun jati diri adalah membangun karakter. Dalam membangun karakter dapat dilakukan dengan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham (domain kognitif), menanamkan tata nilai serta menanamkan mana yang boleh dan mana yang tidak (domain afektif), mampu melakukan (domain psikomotor) dan memberikan teladan hidup (living model).
Peran guru dalam proses internalisasi nilai-nilai positif di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Oleh karena itu, mengembalikan jati diri siswa memerlukan keteladanan yang hanya ditemukan pada pribadi guru. Dalam menjalani amanah sebagai khalifah di muka bumi kita hendaknya mampu memberikan suri teladan yang baik yang akan dicontoh oleh siswa didik kita. Diawali dari niat yang bersih dan tulus ikhlas dalam setiap mengawali pekerjaan, selalu bersyukur kepada-Nya dan memiliki hasrat untuk berubah melalui doa dan usaha. Dengan terciptanya hasrat untuk berubah ke arah yang lebih baik tentu akan menimbulkan manfaat yang positif terhadap perkembangan siswa. Perlu ditanamkan dalam diri kita sebagai pendidik bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Tanpa peranan guru pendidikan karakter dan pengembalian jati diri siswa tidak akan berhasil dengan baik. Orang yang berjati diri akan memadukan antara cipta, karsa dan rasanya. Pengembangan jati diri merupakan totalitas penampilan atau kepribadian yang akan mencerminkan secara utuh pemikiran, sikap dan perilakunya.
Kedua, dalam setiap kegiatan pembelajarannya pendidik harus senantiasa mengingatkan siswa untuk senantiasa menanamkan dan menumbuhkan sikap mencintai dan bangga terhadap Tanah Air. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pergaulan sehari-hari, mengembangkan dan melestarikan budaya dan kesenian daerah dan menanamkan rasa bangga terhadap produk dalam negeri dibandingkan dengan produk luar negeri diharapkan akan mampu membangkitkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia yang pada akhirnya muncul semangat nasionalisme pada siswa untuk tetap menjaga keutuhan NKRI.
Ketiga, senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai luhur agama dan nilai-nilai Pancasila di setiap kegiatan pembelajarannya. Pengembangan nilai-nilai agama untuk menciptakan pribadi yang berakhlak mulia merupakan dasar yang utama sesuai dengan nilai sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Menanamkan rasa peduli terhadap sesama dan menjunjung tinggi harkat dan martabat  manusia (implementasi sila kedua), menciptakan rasa persatuan dan kesatuan serta menanamkan sikap lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan (implementasi sila ketiga), membiasakan siswa untuk bersikap demokratis, menghargai pendapat orang lain yang berbeda dalam setiap kegiatan diskusi di kelas merupakan contoh implementasi sila ke empat, dan mengembangkan sikap keadilan (fairness) baik dikalangan siswa ataupun guru dalam setiap kegiatan pembelajarannya (implementasi sila ke lima). Adil dalam memberikan penilaian terhadap siswa sesuai dengan prestasi yang diraih siswa.
Keempat, membiasakan kegiatan upacara bendera untuk membangkitkan semangat nasionalisme. Di tengah perkembangan zaman yang semakin serba modern dan menggerus nilai-nilai budaya bangsa, nampaknya kegiatan upacara bendera masih relevan untuk dilaksanakan dalam rangka pembentukan karakter pribadi siswa yang tangguh, disiplin dan bertanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa pelaksanaan upacara bendera adalah bagian dari pembinaan mental, fisik dan disiplin yang harus terus dilaksanakan dalam kehidupan sekolah. Sekolah sebagai wahana “transfer of value” harus dapat menciptakan nilai-nilai positif melalui penciptaan suasana kegiatan belajar mengajar yang serba tertib yaitu tertib di kelas, tertib di lapangan dan lingkungan sekolah dan tertib  pengaturan dan penggunaan waktu (tertib waktu).
Suatu kehidupan yang serba tertib akan melahirkan suatu kedisiplinan yang prima yang dapat mendukung proses belajar mengajar yang kondusif. Upacara bendera setiap hari Senin adalah kegiatan puncak dalam pembinaan disiplin siswa di sekolah. Upacara yang dilakukan secara tertib dan  teratur menurut urut-urutan acara yang telah ditetapkan dan sesuai dengan peraturan baris berbaris (PBB) akan banyak memberikan manfaat bagi siswa diantaranya menegakkan kedisiplinan, menumbuhkan semangat nasionalisme dan jiwa patriotik di dalam diri siswa. Di tengah ancaman perpecahan dan aksi teror oleh segelintir orang yang ingin memisahkan diri dari NKRI maka kegiatan upacara bendera dapat menjadi benteng bagi siswa untuk mengantisipasi merebaknya virus terorisme dan radikalisme. Penghormatan terhadap bendera merah putih dapat dijabarkan maknanya sebagai semangat setiap siswa untuk tetap menjaga keutuhan NKRI dan mengingatkan setiap siswa untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah rela berkorban untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Siswa diharapkan sadar bahwa peran mereka saat ini hanya dituntut untuk mengisi kemerdekaan melalui cara belajar dengan sungguh-sungguh.
Kelima, mengoptimalkan kegiatan pengembangan diri. Kegiatan ini merupakan kegiatan diluar jam pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui layanan bimbingan konseling (BK) dan kegiatan ekstrakurikuler. Layanan BK dapat dioptimalkan melalui komunikasi yang interaktif antara guru,siswa dan orang tua siswa sehingga dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dari pengaruh negatif  lingkungan. Kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat menyalurkan minat, bakat, kemandirian siswa dan kemampuan bermasyarakat dan kehidupan beragama serta kemampuan untuk memecahkan masalah. Kegiatan seperti Pramuka, Paskibra, KIR, kegiatan olahraga dan banyak lagi kegiatan pengembangan diri yang dikembangkan oleh tiap-tiap sekolah diharapkan dapat membangkitkan semangat kebangsaan sehingga diharapkan terbentuk pribadi siswa yang memiliki jiwa pembaharu, bertanggung jawab, memiliki keberanian, disiplin dan tidak mudah menyerah.
Mudah-mudahan dengan  semangat nasionalisme  yang tinggi dan  kerjasama yang baik antara orang tua siswa, guru, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar dapat membentengi siswa dan menyelamatkan siswa dari pengaruh negatif  lingkungan sehingga siswa dapat meraih prestasi dan menjunjung tinggi budi pekerti. Siswa dapat menjadi pelopor bagi lingkungan sekitarnya untuk terus senantiasa membangkitkan semangat nasionalisme di dada seluruh masyarakat Indonesia. Sekali lagi mudah-mudahan dengan bangkitnya kembali semangat nasionalisme yang telah memudar akan dapat mengembalikan jati diri bangsa Indonesia sehingga dapat bangkit menjadi bangsa yang beradab, bermartabat dan dapat bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan identitas karakter kebangsaannya.

Oleh Tanty Erlianingsih* 


LESTARIKAN BUDAYA
Warisan budaya nasional atau warisan budaya bangsa adalah cermin tingginya peradaban bangsa. Dan salah satu ciri bangsa besar dan maju adalah bangsa yang mampu menghargai dan melestarikan warisan budaya nenek moyang mereka. Semakin banyak warisan budaya masa lampau yang bisa digali dan dilestarikan, maka sudah semestinyalah peninggalan budaya tersebut semakin dihargai. Barulah disadari betapa kaya dan melimpah ruahnya warisan budaya nenek moyang kita yang ternyata selama ini terabaikan, terlantar dan tidak dipedulikan. Penyebabnya bisa karena ketidaktahuan, kurangnya kesadaran dan pemahaman akan pentingnya warisan budaya, maupun karena ingin mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengoleksi atau memperdagangkannya. 
Warisan atau khazanah budaya bangsa merupakan karya cipta, rasa, dan karsa masyarakat di seluruh wilayah tanah air Indonesia yang dihasilkan secara sendiri-sendiri maupun akibat interaksi dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaanya dan terus berkembang sampai saat ini. Warisan budaya itu mencakup sesuatu yang berwujud seperti candi, istana, bangunan, tarian, musik, bahasa, manuskrip (naskah kuno), dan yang tidak berwujud seperti filosofi, nilai, keyakinan, kebiasaan, konvensi, adat-istiadat, etika dan lain sebagainya. Sebagai sebuah negara yang kaya dengan warisan budaya, sudah sepatutnya pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia berkomitmen untuk melestarikan warisan yang sangat tinggi nilainya itu agar tidak musnah, hancur, lapuk, dipindahtangankan, ataupun hilang karena dicuri, dirampas baik dengan terang-terangan maupun secara halus. 
Pelestarian warisan budaya bangsa dapat diartikan sebagai kegiatan terus menerus untuk menjaga kumpulan kekayaan akal-budi, pengetahuan, dan budaya bangsa untuk tetap hidup dan bermanfaat bagi masyarakat masa kini dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu upaya pelestarian khazanah budaya nasional secara tidak langsung menjadi upaya menjaga nama baik bangsa Indonesia di mata Internasional.

SANG JUARA


WALAUPUN SAKIT TAK DIRASAKAN HUTAN DAN GUNUNG TAK JADI RINTANGAN....
Tentunya sebuah usaha dan kerja keras yang tinggi dapat membuahkan hasil yang tidak di duga. Orang pasti bertanya – tanya bagaimana menjadi sang juara. Kok mudah sekali ya langsung menerima piala dengan mudahnya?
Membutuhkan selang 4 tahun 927 menjadi sang juara. Yaitu tahun 2009 mendapatkan juara 2 BPS, dan kali ini tahun 2013 juara 2 Voli. Kalkulasinya 4 tahun menanti, bagaimana jika anda menunggu pacar anda selama 4 tahun. Apakah sanggup?
Ada beberapa faktor dalam sebuah kompetisi yang paling fital untuk menjadi sang juara. 1 yaitu BEJO, nah nama ini harus melekat pada sang juara, kalau anda tidak bersama BEJO maka anda harus memperhatikan faktor yang ke 2. 2 yaitu BAJU (bakat juara) anda harus memiliki BAJU dalam sebuah kompetisi, atau perhatikan yang ke 3. 3 Yaitu PEJU (pengemis juara), anda harus menjadi pengemis juara.

Hehehe... its positif thingking para pembaca, ini bukan majalah porno tapi masih melanjutkan SENAPAN yang telah tenggelam karena kebanjiran.

Para calon juara mari kia pahami benar – benar tips dibawah ini untuk menjadi sang juara alias bagaiamana persiapan2nya sebelum kompetisi.
   1. Rutin mengembangkan fisik
Wah ini kiranya wajib untuk seorang menwa, masak menwa perutnya six pek (alias buncit) atau sebaliknya bertubuh ! ALIAS(kurus kering). Ya utamanya kita harus menjaga fisik dalam mengahadapi setiap kompetisi yang akan kita ikuti. Makanya minimal setiap hari kita lari2 walau sebentar
      2. Jaga pola makan
Yah inilah biasanya yang selalu digemari para wanita, tapi pria juga tidak kalah. Makanlah makan yang sederhana dan hindari makan yang terlalu berminyak karena dapat menurunkan semangad juang kita,hehehe. Intinya makan untuk hidup bukan hidup untuk makan.
1.      
3. Jaga tidur
Nah ini kebiasaan orang yang gak bisa tidur pada waktu lampu nyala, biasanya tuch tidurnya mengkureppp, wah bahasa opo iki. Yach yang penting pembaca tahu maksudnya, tidurlah pada posisi yang benar, jangan sampai terkilir atau tiba bangun badanya sakit semua.
 4.  Jaga bicara/sikap
Nah ini pasti pembaca sudah tahu siapa yang penulis maksud, nah banar pembaca itu dia. Intinya jadi sang juara tidak perlu bicara yang tidak perlu atau bersikap yang tidak baik. Contohnya adalah tidak memperhatikan omongane wong tuo/malah di tinggal tidur. Ya menjadi pengalaman karena ada kisah nyata karena sang juara 1 ngantuk maka dia tidur dan setelah dipanggil berulang kali tidak juga bangun, maka juara dialihkan ke yang lain.hehehe makanya jaga sikap, dan palin utama adalah jaga bicara. Mulutmu harimaumu.
5.Bersosial yang tinggi
Jelas sang juara harus bersosial yang tinggi, karena sudah siap-siap terkenal. Dengan siapapun ya, pokoknya gak kalah ama artis dech..
6.Semangad juang yang tinggi
Ini yang harus dimilki semua yang pernah menjadi juara. Pokoknya walaupun tangan udah gak bisa digerakin, bahakan motor juga gak bisa hidup, kita harus juara..(maap pembaca malah curcol disini) buat hiburan aja ya. Pokoknya biar gak saklek dechhh), asyik2
7.Penuh cinta
Tebar cinta dengan siapapun, pasti wajib. Karena nanyak cewek2/cowok2 yang nempel dech, jadi harus bisa di bagai rata ya cintanya
8.Doa
Tentunya doa adalah ikhtiar terakhir setelah melaksanakan semuanya. Kita wajib mendekatkan diri kepada ALLAH SWT atas segala nikmatNya.

Semoga pembaca adalah SANG JUARA selanjunya, maka dari itu SENAPAN selanjutnya siap menulis SANG JUARA selanjunya.. keep spirit ya para calon SANG JUARA//

Kritik saran:
Fb : Menwa IKIP PGRI Semarang
HP : 085640406433 (Pimpinan Redaksi)